Sore itu Aku dan Siska berencana akan
membuat tugas Mading Seni Budaya. Sekitar pukul 15.00, Siska berangkat dari
rumahnya ke rumahku dengan mengendarai sepeda motor.
“Assalamu’alaikum.” ucap Siska sambil
melangkah masuk ke dalam Rumahku.
“Wa’alaikumsalam. Masok be.., sinek
dudok” sahutku sambil merapikan
buku-buku yang berserakan di lantai dan mempersilahkan Siska untuk duduk.
“Kak, kite kan meli ape dulu, untuk
Mading Seni Budaya neh?” ucap Siska sambil menatapku itu.
“Basinglah. Ini, kao catat dulu
ape-ape aja yang nak dibeli.” jawabku sambil
menyodorkan sebuah pena dan secarik kertas kepada Siska.
“Nok ape aja yang kan dicatat neh?”
jawab Siska bingung sambil memegang kertas dan pena itu.
“Kao tulis dulu lah, ape yang nak kao
beli.” Kataku yang dari tadi hanya sekilas-sekilas saja melihat kearah Siska.
“Kao e, lauda ke muat e kak?” tanya Siska
yang kelihatannya sudah mulai menulis barang yang Ia perlukan.
“Kini baru aku muat e, aku nak ngudaek
ini dulu agik sikit la kan uda.” jawabku sambil terus mengutak-ngatik tugas
TIK.
Percakapan Kami pun terhenti sejenak, karena
kesibukan masing-masing, Siska yang dari tadi terlihat sedang asik mencatat
keperluan tugas madingnya dan Aku yang kini sudah mulai mencatat keperluan
tugas madingku. Beberapa saat kemudian,
“Aku lauda Ka.” Sambil mengecek
kembali catatan peralatan yang Aku buat.
“Same. La kan pegi sekarang ke?” ucap Siska.
“Yo’i, Kite ke Dodo Grafika meli
kertas asturo, kertas origami, pita jepang, kan meli spidol warne.” kata
Dwinda.
Jam sudah menunjukkan pukul 15.40.
Kami langsung bergegas pergi dari Rumahku menuju tempat yang hendak mereka
kunjungi. Sore itu, cuaca sedang tidak kondusif. Tetesan-tetesan air hujan yang
lembut terus membasahi jalanan. Meski begitu bukan berarti kegiatan Kami terhenti
akibat hujan ini.
Beberapa saat kemudian. Kami berdua
sudah sampai di Dodo Grafika. Disana kami langsung menuju tempat yang sudah
tersedia barang-barang yang Kami butuhkan.
“Kao kan meli kertas asturo warne ape
Ka?” Tanyaku kepada Siska.
“Disama’ek aja warne e, kite patungan
bayar e, jadi dak banyak duit keluar.” Jawab siska.
“iye, Aku juak miker gitu. Tapi,
masalah ne kan warne nok ape?” Tanyaku lagi.
“Ijau muda?” Tanya Siska.
“Bolehkah” sahutku.
Sesaat kemudian, setelah Kami
mengitari barisan-barisan tempat semua barang dijual, Kami langsung menuju
kasir dengan membawa alat-alat yang ingin dibayar.
“Macam kurang spidol warne, ye ke Ka?”
tanyaku yang terlihat sedikit jengkel memperhatikan belanjaan Kami yang kurang
lengkap.
“Bee,, iye. Yuk cari. Nok ini biar
ditinggal disinek dulu.” Sambil menunjuk barang-barang yang tadi Kami bawa
kekasir dan langsung menarik tanganku untuk mencari spidol warna. Saat sampai
di depan tempat yang banyak tersusun spidol warna, Siska bertanya kepadaku.
“Kak, macam Mahal?, tekenak dengan nok
di mije kasir itu jak lah berape.” Ucap Siska kepadaku.
“Kite minjam aja lah kan Meliani, die
kan ade. Kao sms dulu die, jadi kite ke rumah Die ade urang e.” Kataku
mengutarakan usul.
“Benar. Yeh.., tunggu suat aku sms Die.”
Kata Siska sambil membuka Handphonenya untuk menghubungi Meliani.
Kami pun kembali lagi ke tempat kasir.
Sampai disitu Siska membayar dengan uang yang telah aku dan siska kumpulkan.
Sekeluarnya kami dari tempat itu hujan berhenti, kami langsung memutuskan untuk
mengantarkan belanjaannya kerumahku, dan lanjut menuju rumah Meliani.
Sesampainya Kami dirumah Meliani,
ternyata orang yang dicari tidak ada dirumah, kata Ibunya Meliani, Dia sedang
Ekskul Seni Lukis di Sekolah. Mendengar itu Kami langsung pergi ke Sekolah untuk
meminjam spidol warna miliknya. Setelah semua keperluan terkumpul. Dengan segera
Aku dan Siska menuju rumahku untuk merangkai Tugas Mading Seni Budaya, sesuai
imajinasi masing-masing.